Minggu, 05 April 2015

Makalah Tafsir dan Pembagiannya

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Al-Quranul karim adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, filsafat, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia, baik sebagai makhluk individu ataupun sebagai makhluk sosial, sehingga berbahagia hidup di dunia dan di akhirat.
Al-Quranul karim dalam menerangkan hal-hal tersebut di atas, ada yang dikemukakan secara terperinci, seperti yang berhubungan dengan hukum perkawinan, hukum warisan dan sebagainya, dan ada pula yang dikemukakan secara umum dan garis besarnya saja. Yang diterangkan secara umum dan garis-garis besarnya ini, ada yang diperinci dan dijelaskan hadist-hadist Nabi Muhammad SAW, dan ada yang diserahkan pada kaum muslim sendiri yang disebut Ijtihad.
Kalau pada masa Rasul saw., para sahabat menanyakan persoalan-persoalan yang tidak jelas kepada Rasul saw., maka setelah wafatnya mereka harus melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan, seperti Ali bin Abi Thalib dan yang lainnya. Pada konteks seperti inilah, tafsir atas ayat-ayat Al-Quran diperlukan.
Dalam perspektif 'ulum Al-Quran, setidaknya ditemukan beberapa terminology penafsiran yang sering digunakan yaitu tafsir Bi al-Ma'tsur, tafsir Bi al-Ra'yi dan tafsir Bil Iqtirani. Tafsir Bi al-Ma'tsur diartikan sebagai tafsir yang dilakukan dengan jalan riwayat, yakni Penafsiran bersumberkan Al-Quran, Hadits, Riwayat Shahabat Ra. dan Tabi’in Ra. Tafsir Bi al-Ra'yi didefinisikan sebagai upaya menyingkap isi kandungan Al-Quran dengan ijtihad yang dilakukan dengan mengapresiasi eksistensi akal. Dan tafsir Bil Iqtirani (perpadun antara Bi al-Ma’tsur dan Bi al-Ra’yi)
Oleh karena perlu kiranya dikaji secara utuh dan mendalam tafsir tersebut sehingga pemahaman terhadap tafsir tidak dangkal, baik tafsir bi al-ma'tsur, bi al-ra’yi maupun bil iqtirani.  

B.     Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian tafsir Bi al-Ma’tsur, Bi al-Ra’yi dan Iqtirani?
2.      Bagaimana sumber-sumber penafsirannya?
3.      Apa kelebihan dan kekurangannya?
4.      Apa contoh-contoh kitabnya?

C.    Tujuan  Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam tentang metode tafsir Al-Quran ditinjau dari sumber penafsirannya mulai dari pengertian, sumber-sumber penafsiran, kelebihan dan kekurangan  sampai contoh-contoh kitabnya sehingga seorang hamba akan bisa beribadah kepada Allah di atas landasan bashirah/ilmu.



BAB II
PEMBAHASAN

Metode tafsir Al-Quran apabila ditinjau dari segi sumber penafsirannya, ada 3 macam, yaitu : Tafsir Bi al-Ma’tsur, Bi al-Ra’yi dan Bil Iqtirani.
A.    Pengertian Tafsir Bi al-Ma’tsur, Bi al-Ra’yi dan Bil Iqtirani
1.      Tafsir Bi al-Ma’tsur
Dinamakan dengan bil ma’tsur (dari kata “atsar” yang berarti sunnah, hadits, jejak, peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran, seorang mufasir menelusuri jejak atau peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya, hingga kepada Nabi SAW.
Tafsir bi al-Ma’tsur adalah penafsiran Al-Quran  yang mendasarkan pada penjelasan  Al-Quran sendiri, penjelasan Rasul, penjelasan para sahabat melalui ijtihadnya, dan dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi'in.
Contoh dari Tafsir Bi al-Ma’tsur adalah pada Surat Ali-Imran Ayat 133:




Artinya :
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”
Adapun yang dimaksud dengan “Al-Muttaqin” (orang-orang yang bertakwa). Pada ayat tersebut, ditafsirkan sebagai berikut:






Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.

2.      Bi al-Ra’yi
Tafsir bi al-ra’yi berasal dari kata tafsir, bi dan al-ra’yi. Secara bahasa al-ra'yi berarti al-I'tiqadu (keyakinan), al-'aqlu (akal) dan al-tadbiru ( perenungan). Al-ra’yi juga identik dengan ijtihad. Karena itu tafsir bi al-ra'yi disebut tafsir bi al-'aqly dan bi al-ijtihady, tafsir atas dasar nalar dan ijtihad.
Menurut istilah, tafsir bi al-Ra'yi adalah  upaya untuk memahami nash Al-Quran atas dasar ijtihad seorang ahli tafsir (mufassir) yang memahami betul bahasa Arab dari segala sisinya, mengerti betul lafadz-lafadznya dan dalalahnya, mengerti syair syair Arab sebagai dasar pemaknaan, mengetahui betul ashab nuzul, mengerti nasikh dan mansukh di dalam Al-Quran, dan menguasai juga ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan seorang mufassir.
Husein al-Dzahabi meyimpulkan bahwa ada beberapa ilmu yang harus dikuasai seorang mufassir, yaitu: ilmu bahasa, ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu al-Isytiqaq, ilmu al-Ma'ani, Ilmu al-bayan, ilmu al-badi', ilmu al-Qira'at, ilmu Ushul al-Din, ilmu ushul al-fiqh, ilmu asbab an-nuzul, ilmu al-qashash, ilmu nasikh dan mansukh, haids-hadis yang menjelaskan ayat-ayat mujmal dan mubham dan ilmu al-Mauhibah.
Dalam menerima tafsir bi al-ra’yi, para ulama terbagi ke dalam dua kelompok.
1)      Kelompok yang melarangnya
Ulama  yang menolak penggunaan “corak” tafsir ini mengemukakan argumen-argumen berikut ini:
a.       Menafsirkan Al-Quran berdasarkan ra’yi berarti membicarakan (firman) Allah tanpa pengetahuan. Dengan demikian, hasil penafsirannya hanya bersifat perkiraan semata. Padahal, Allah berfirman:
Artinya :
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”(QS. Al-Isra: 36)
b.      Yang berhak menjelaskan Al-Quran hanyalah Nabi, berdasarkan firman Allah:
 وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ 

Artinya:
“Dan kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” (Q.S. Al-Nahl: 44)
c.       Rasulullah bersabda:
مَنْ قَالَ فِى الْقُرْانِ بِرَأْيِهِ أَوْبِمَا لَا يَعْلَمْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدُهُ مِنَ النَّارِ
Artinya:
Siapa saja menafsirkan Al-Quran atas dasar pikirannya semata, atas dasar sesuatu yang belum diketahuinya, maka persiapkanlah mengambil tempat di neraka
d.      Sudah merupakan tradisi di kalangan sahabat dan tabi’in untuk berhati-hati ketika berbicara tentang penafsiran Al-Quran.

2)      Kelompok yang mengizinkannya. Mereka mengemukakan argumentasi-argumentasi berikut:
a.       Di dalam Al-Quran banyak ditemukan ayat-ayat yang menyerukan untuk mendalami kandungan-kandungan Al-Quran.
b.      Seandainya tafsir bi Ar-ra’yi dilarang, mengapa ijtihad diperbolehkan. Nabi sendiri tidak menjelaskan setiap ayat Al-Quran. Ini menunjukkan bahwa umatnya diizinkan berijtihad terhadap ayat-ayat yang belum dijelaskan Nabi.
c.       Para sahabat sudah biasa berselisih pendapat mengenai penafsiran suatu ayat. Ini menunjukkan bahwa mereka pun menafsirkan Al-Quran dengan ra’yi-nya. Seandainya tafsir bi Ar-ra’yi dilarang, tentunya tindakan para sahabat itu keliru.
Selanjutnya, para ulama membagi “corak” tafsir bi ar-ra’yi pada dua bagian: Ada tafsir bi ar-ra’yi yang dapat diterima/terpuji (maqbul/mahmudah) dan ada pula yang ditolak/tercela (mardud/madzmum). Tafsir bi ar-ra’yi dapat diterima selama menghindari hal-hal berikut:
1.      Memaksakan diri mengetahui makna yang dikehendaki Allah pada suatu ayat, sedangkan ia tidak memenuhi syarat untuk itu.
2.      Mencoba menafsirkan ayat-ayat yang maknanya hanya diketahui Allah (otoritas Allah semata)
3.      Menafsirkan Al-Quran dengan disertai hawa nafsu dan sikap istihsan (menilai bahwa sesuatu itu baik semata-mata berdasarkan persepsinya)
4.      Menafsirkan ayat-ayat untuk mendukung suatu madzhab yang salah dengan cara menjadikan paham madzhab sebagai dasar, sedangkan penafsirannya mengikuti paham madzhab tersebut.
5.      Menafsirkan Al-Quran dengan memastikan bahwa makna yang dikehendaki Allah adalah demikian... tanpa didukung dalil.

3.      Tafsir Bil Iqtirani
Tafsir bil iqtirani disebut juga dengan metode campuran antara tafsir bil Matsur dan Tafsir bi al-ra’yi yaitu menafsirkan Al-Quran yang didasarkan atas perpaduan antara sumber tafsir riwayat yang kuat dan shahih, dengan sumber hasil ijtihad akan pikiran yang sehat.

B.     Sumber-Sumber Penafsiran
1.      Tafsir Bi al-Ma’tsur
Ada empat hal yang menjadi sumber penafsiran tafsir bi al-ma’tsur:
a)      Al-Quran, hanya Al-Quran sendiri yang dipandang sebagai penafsir terbaik terhadap Al-Quran.
b)      Hadits nabi Muhammad SAW, yang berfungsi sebagai mubayyin (penjelas) Al-Quran.
c)      Penjelasan sahabat, yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui Al-Quran.
d)     Penjelasan tabi’in, yang diaggap sebagai orang yang bertemu langsung dengan sahabat nabi.

2.      Tafsir Bi al-Ra’yi
Sumber penafsiran tafsir Bi al-Ra’yi adalah  bersumberkan ijtihad dan pemikiran mufassir terhadap tuntunan bahasa Arab dan kesusateraannya, serta teori ilmu pengetahuan.

3.      Tafsir Bil Iqtirani
Sumber penafsiran tafsir bil iqtirani memadukan antara sumber riwayah yang kuat dan shahih dengan sumber hasil ijtihad pikiran yang sehat.

C.    Kelebihan dan Kekurangan
1.      Tafsir Bi al-Ma’tsur
Kelebihan
Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Al-Quran, memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya, mengikat mufassir dalam bingkai ayat-ayat sehingga membatasinya untuk tidak terjerumus dalam subjektivitas yang berlebihan.
Kekurangan
Terjadi pemalsuan (wadh’) dalam tafsir, masuknya unsur Israiliyat yang didefinisikan sebagai unsur-unsur Yahudi dan Nashrani yang masuk ke dalam penafsiran Al-Quran, penghilangan sanad, terjerumusnya sang mufassir ke dalam uraian kebahasaan dan kesastraan yang bertele-tele sehingga pesan pokok Al-Quran menjadi kabur.

2.      Tafsir bi al-Ra’yi
Kelebihan
a)      Mufassir bisa memberikan cakrawala yang luas dalam menafsirkan Al-Quran sesuai dengan kondisi dan situasi.
b)      Kemungkinan mufasir dapat menafsirkan seluruh komponen ayat Al-Quran secara dinamis sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c)      Menjadikan tafsir Al-Quran dapat berkembang dalam menjawab segala permasalahan yang timbul seiring dengan kehidupan umat islam spanjang masa.
d)     Mendorong umat Islam untuk senantiasa berfikir dan bertadabbur atas kebesaran ayat-ayat Al-Quran, dan tidak lekas menerima apa adanya (taqlid) terhadap tafsir-tafsir ulama salaf.
Kekurangan
a)      Mufasir menjustifikasikan pendapatnya dengan Al-Quran padahal Al-Quran tidak demikian.
b)      Mufassir akan menafsirkan Al-Quran dengan penafsiran yang salah, karena kedangkalan ilmu pengetahuan mufassir atau tidak memenuhi persyaratan sebagai mufassir.

3.      Tafsir Bil-Iqitrani
Kelebihan
Prinsip utama tafsir Bil-Iqtirani adalah menggabungkan antara Bi al-Ma’tsur dan Bi al-Ra’yi sehingga Kitab Allah SWT dapat dipahami dengan baik, dalam bentuk yang diridhai, yang layak dengan kedudukan kitab terbaik yang diturunkan kepada manusia, melalui Nabi terbaik yang diutus ke muka bumi.

D.    Contoh-Contoh Kitabnya
1.      Tafsir Bi al-Ma’tsur
Contoh Kitab
Karya
-       Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Quran
-       Anwar At-Tanzil
-       Al-Durr Al-Mantsur fi At-Tafsir bi Al-Mat’tsur
-       Tanwir Al-Miqbas fi Tafsir  Ibn Abbas
-       Tafsir Al-Quran Al-Adzim
-       Ibnu Jarir Ath-Thabari
-       Aal-Baidhawi
-       Jalal Ad-Din As-Suyuthi
-       Fairuz Zabadi
-       Ibnu Katsir

2.      Tafsir Bi al-Ra’yi
Contoh Kitab
Karya
-       Mafatih Al-Ghaib
-       Anwar At-Tanzil wa Asrar at-Takwil
-       Madarik At-Tanzil wa Haqa’iq Al-Takwil
-       Lubab At-Takwil fi Ma’ani At-Tanzil
-       Fakhr Ar-Razi
-       Al-Baidhawi
-       An-Nasafi
-       Al-Khazin

3.      Tafsir Bil Iqtirani
Contoh Kitab
Karya
-       Tafsir al Manar
-        AL Jawahirul Fi Tafsiri Qur’an
-       Tafsir al Maraghi
-       Fi Dhilal Al Qur’an
-       Syekh M. Abduh & Rasyid Ridla    
-       Thanthawi Al Jauhari
-       Syekh Musthafa alMaraghi
-       Sayyid Quthub


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Metode tafsir Al-Quran apabila ditinjau dari segi sumber penafsirannya ada 3 macam, yaitu : Tafsir Bi al-Ma’tsur, Tafsir Bi al-Ra’yi, dan Tafsir Bil Iqtirani. Ketiga tafsir tersebut memiliki sumber penafsiran berbeda. Tafsir Bi al-Ma’tsur bersumberkan Al-Quran, Hadits, Riwayat Sahabat Ra. Dan Tabi’in Ra. Pada Taafsir Bi al-Ra’yi penafsiran bersumberkan ijtihad dan pemikiran mufassir terhadap tuntutan bahasa Arab dan kesusateraannya, serta teori ilmu pengetahuan. Sedangkan Tafsir Bil Iqtirani sumber penafsirannya dengan memadukan antara keduanya, yaitu sumber riwayah yang kuat dan shahih dengan sumber hasil ijtihad pikiran yang sehat. Metode tafsir tersebut juga terdapat kelebihan dan kekurangan pada masing-masing penafsiran, contohnya adalah pada Tafsir Bi al-Ma’tsur, kelebihannya dapat  membatasi untuk tidak terjerumus dalam subjektivitas yang berlebihan. Dan kekurangannya adalah terjerumusnya sang mufassir ke dalam uraian kebahasaan dan kesastraan yang bertele-tele sehingga pesan pokok Al-Quran menjadi kabur.

B.     Saran
Dalam memahami al-qur’an dibutuhkan ilmu yang dikenal dengan istilah tafsir. Sekalipun demikian, aktivitas menafsirkan al-Qur'an bukanlah pekerjaan gampang, mengingat kompleksitas persoalan yang dikandungnya serta kerumitan yang digunakannya. Di dalam makalah ini, telah penulis bahas sedikit mengenai tafsir dan pembagiannya, akan tetapi makalah ini masih jauh dari materi yang sempurna, oleh karena itu penulis memberikan saran agar pembaca dapat mencari sendiri informasi lebih lengkap mengenai tafsir.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon. 2010. Ulum Al-Quran. Bandung: CV Pustaka Setia.
Blistyo. “Macam-Macam Metode Penafsiran Al-Quran”. http://bambies.wordpress.com/2013/04/23/macam-macam-metode-penafsiran-al-quran/. Diakses tanggal 08 Oktober 2014 pukul 08.45.
Sarjanaku. “Macam-Macam Tafsir Berdasarkan Sumbernya” http://www.sarjanaku.com/2010/10/macam-macam-tafsir-berdasarkan.html. Diakses tanggal 07 Oktober 2014 pukul 10.05.


1 komentar: